Seperti Bumi dan Langit Tanpa Tangga
Aku masih terduduk menancap pada kursi di depan meja
belajar. Sedikit demi sedikit dalam waktu berjam-jam, aku kerjakan seluruh
pekerjaan editing buku psikologi perkembangan milik salahsatu dosen di
kampusku. Sesekali kepalaku terasa naik turun ke atas dan ke bawah, tak
sadarkan diri beberapa detik karena mengantuk. Setelah selesai menyelesaikan
tugas itu, aku sandarkan kepalaku pada dinding dekat jendela, besebelahan
dengan meja kerjaku.
Zeeeetttttt. Satu jam tak terasa aku tertidur dengan laptop
masih menyala. Aku tersadar dan langsung memasukkan data hasil editku ke dalam
flashdisk putihku yang baru aku beli beberapa minggu kemarin. Dan transfer file
pun selesai.
Aku melikirik handpone tepat di sebelah laptop. Lcdnya
berkedip merah menandakan ada pesan yang masuk. Dan itu dari Firdan, teman
tetangga kelasku di kelas B. “dan jadi ngga ke batu kuda”, tanyanya dalam pesan
itu. Akupun lalu menjawabnya untuk jadi pergi camping ke batu kuda. Camping
kali ini adalah dalam rangka rihlah, atau pelepasan ketua umum salah satu
organisasi di kampus yang sebentar lagi lengser dari jabatannya. Karena ini
acara ini cukup penting, ketika memang yang di undang dalam acara ini adalah
seluruh kader komisariat fakultas dakwah dan komunikasi.
Akupun langsung mempersiapkan perlengkapan untuk kamping.
Carrier, sarung, dan makanan serta minuman. Dan kali ini, aku hendak membawa
gitar, agar tidak terlalu sepi saat camping. Tiga puluh menit mempersiapkan
diri, akupun langsung meninggalkan rumah dan berpamitan pada nenekku.
Sebelum aku menjembut firdan, sebagai jaga-jaga agar motorku
tidak mengalami hal yang tidak diinginkan. Akupun pergi ke bengkel untuk
membetulkan salah satu kail penguat rantai yang patah beberapa hari lalu. Aku
kira harganya murah, tapi saat kutanyakan cukup mahal juga. Padahal besi yang
kuganti tidaklah seberapa besar, hanya sebesar paku ukuran pesar. Tapi untuk
keselamatan saat diperjalan itu tidaklah menjadi masalah.
Setelah selesai memperbaiki motorku, kupacu motorku menuju
gang manisi, dekat bunderan Cibiru. Gang itu sebenarnya adalah jalan selebar 2
mobil. Jika sore tiba, menjadi tempat favori untuk sekedar nongkrong di warung
pinggir jalan penjaja makanan. Kenapa bisa menjadi tepat favorit, karena kalau
sore, banyak mahasiswi-mahasiswi yang nge-kos disana, lalu lalang. Ada yang
mencari makan, baru pulang kampus, juga jomblowati yang lagi nyari pasangan.
Haha
Tak jauh dari pangkalan ojek, aku pakirkan motorku di sebuah
mini market. Suasananya ramai sekali, dan berjajar motor terparkir di
halamannya. Selang 15 menit, firdanpun terlihat berjalan menuju kearahku dari
kejauhan. Akupun segera menjemputnya dan melanjutkan perjalanan.
Seperti biasa, kalau hendak ke batu kuda, aku selalu
mengambil jalur jalan sindang reret. Tinggal lurus saja dan tidak banyak
kesulitas, alias kemungkinannya kecil untuk kesasar. Jalan terus menanjak,
hingga sedikit lagi sampai di lokasi. Tanjakan semakin curam hingga 110 derajat.
Tapi alhamdulillah kita sampai di pintu masuk objek wisata perkemahan Batu Kuda
Gunung Manglayang.
Rerumputan hijau terhampar luas menanjak di bawah rimbunan
pogon pinus yang menjulang tinggi. Hari itu adalah hari sabtu. Sudah
dipastikan, lahan perkemahan ramai oleh pengunjung lain yang hendak berkemah.
Ada yang pasangan, ada yang sendiri ada juga yang berkelompok.
Aku dan Firdan langsung mencari rombongan yang lain. Cukup
sulit memang menemukannya karena hari sudah mulai gelap, kumandang adzan
maghrib pun mulai terdengar sayup-sayup dari kejauhan. “itu bukan ya?” kataku,
ketika kulihat beberapa orang samar-samar mukanya, duduk-duduk melingkar sambil
saling berbincang.
Perlahan aku dekati mereka, dan memang tak salah dugaanku.
Akupun langsung bersalaman dengan mereka. Ada Anan, Bebey, dan beberapa senior
yang aku lupa namanya.
Malampun menjelang, rombongan mulai bersiap-siap memasang
api unggun dan memasak. Sedangkan kulihat tenda sudah berdiri kokoh siap
menampung kami saat hujan. Karena waktu maghrib sudah hampir habis. Aku dan
Firdan pergi ke mushola dekat pintu masuk, berniat untuk Shalat maghrib dan
isya. Aku sedikit miris ketika hanya kami berdua yang melaksanakan shalat.
Sedangkan yang lain, aku tidak melihat mereka melaksanakan shalat. Hmmmm
Selesai shalat, aku dan firdan bergegas pergi ke kemah lagi untuk bergabung
dengan mereka.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 malam.
Setelah kita menyanyikan banyak lagu, berbincang-bincang sambil menunggu makan
malam. Tetesan air hujan mulai turun dari sela-sela pepohonan. Bungkus nasi
yang sudah tersusun untuk makananpun
mulai sedikit basah. Karena makanan sudah matang semua, kamipun bergegas
menyajikannya di atas bungkus nasi yang tadi sudah disusun. Hmmm, meski hanya
asin, tempe dan sambal. Cukup nikmat rasanya.
Setelah selesai makan, hujanpun benar-benar turun dengan
derasnya. Kamipun langsung membereskan peralatan dan masuk ke tenda. Deras
sekali. Hingga tenda kami yang besarpun akhirnya bocor, tak tahan menahan
hujan.
Sedikit basah dan banjir di dalam tenda, kamipun tetap
bersenang-senang dengan menari-nari dan menyanyikan lagu-lagu kekinian, dan ada
juga lagu dangdut yang ikut memeriahkan malam yang dingin ini.
Setelah 2 jam lebih. Hujanpun akhirnya berhenti. Rasa kantuk
dan jenuh mulai menghampiriku. Kerongkonganku pun tak kuat lagi untuk segera
meminum segelas kopi. Di luar tenda yang basah, Ujang seniorku terlihat
meriang. Katanya dia sedang migren dan pusing kepalanya. Sedangkan Firdan sibuk
dengan handphonenya.
“ayo kita ke warung”, ajakku pada mereka.
“ayo, aku juga udah ga kuat nih”, jawab ujang menahan
badannya yang sedang sakit.
Kami bertigapun berjalan menuju warung, yang berjarak 50
meter di bawah kemah kami. Jalan menurun dan licin, terus kami tapaki. Karena
kami bertiga sudah tidak kuat lagi berada di tenda yang basah dan penuh orang.
Sesampainya di warung, aku langsung memesan 2 gelas kopi
untukku dan Firdan. Sedangkan ujang lebih memilih langsung tidur di atas dipan
warung. Kasihan juga melihatnya, sudah sakit tapi enggan minum obat.
Akhirnya, ku ciumi aroma kopi hitam yang hangat menemani
isapan nikmat rokok sampurna kretekku yang sudah tak sabar aku menghisapnya.
Karena kalau merokok di tenda, terasa kurang efektif, apalagi tidak ada kopi
yang menemani.
Sekedar mengisi waktu, aku dan firdan saling bertukar cerita
tentang pengalaman-pengalaman. Khususnya cerita tentang pengelaman dengan yang
namanya perempuan. Ya. Tak lupa juga aku ceritakan tentang Hana Nurul Tsara.
Cewek yang aku kagumi dan idamkan. Hana adalah teman sekelas Firdan. Tinggi,
cantik dan berprestasi di akademik dan dunia musik. Aku sempat iri ketika Hana
pergi berlibur ke Jogjakarta bersama Kania, Fadli dan Firdan.
Lama berselang kami mengobrol. Tiba-tiba terlihat mimik muka
firdan sedikit aneh. Ketika aku menceritakan siapa itu Hana. Identitas Hana
yang aku hafalkan dari sebuah buku diarynya aku ceritakan seluruhnya pada
Firdan. Dan akupun menantang dia, bahwa Hana dan teman-teman lainnya tidak
pernah cerita soal ini. Tapi aku mengetahui semuanya, dan Firdanpun setuju atas
kebenarannya. Makanya, dia pasti merasa aneh atas pengetahuanku tentang
identitas Hana.
Tapi aku memberitahukan satu hal yang aku belum sempat
mengetahuinya. Dan satu hal itu membuat Aku dan Hana bagai “Bumi dan Langit Tanpa Tangga”
“Gila, darimana lo tahu semua itu?, dari Opik ya?” tanyanya
dengan mimik sangat aneh menatap wajahku. Opik adalah taman sekelasku yang
dekat dengan Hana karena tinggal satu Kota dan satu SMA dengannya.
“tidak dari siapa-siapa. Tanyain aja ke orang-orang itu
kalau kamu tidak percaya”. Jawabku.
Firdan terus menanyakan dan penasaran darimana asal sumber
informasi se detail itu tentang Hana. Dan akupun tetap menjaga kerahasiaan
sumbernya, yaitu buku diary tugasnya.
Sudah 2 jam lebih kami saling mengobrol. Rasa kantukpun tak
tertahan lagi. aku dan Firdanpun sedikit merebahkan badan di atas dipan. Sambil
sesekali meneruskan obrolan. Karena ada jawaban yang belum aku ketahui tentang
Hana. Akupun sedikit membuat ajakan hiperbola padanya untuk hana.
“Dan, minggu depan, coba deh ajak hana. Kita pergi ke pasar
minggu manglayang, kita makan disana sambil jalan jalan”, kataku.
“Boleh”, jawabnya.
“lo bawa cewek lo. Sedangkan lo ngajak Hana tanpa mengetahui
lo bawa cewek lo, dan jangan kasih tahu bahwa gwe ikut juga”, aku meneruskan.
“ok, tapi ada yang perlu lo ketahui tentang dia”, jawabnya
dengan serius.
“apaan?”, tanyaku penasaran.
Kini giliran Firdan yang bercerita tentang Hana, yang memang
berteman sangat dekat dengannya. Firdan cerita bahwa Hana sedikit ribet soal
makanan. Dan juga boros. Dia punya prinsip, meski harganya mahal, dia akan
tetap bayar asal makanan atau minumannya enak. Saat di Jogjapun Hana memilih
makanan yang cukup merogok kocek firdan. Yang sebelumnya, mereka sempat makan
di lesehan murah yang menurut Hana makanannya sangat tidak enak. Sedangkan
menurut Firdan, makanannya malah tidak terlalu mengecewakan.
“Dan, berapa sih pengeluaran dia dalam satu minggu?” tanyaku
menambahkan.
“bisa sampai 1 juta!”, jawabnya sedikit mengeras suara.
Dahsyat, pikirku. Satu juta untuk biaya dalam satu minggu.
Firdan menceritakan, bahwa memang jumlah pengeluaran itu merupakan kewajaran.
Karena orangtuanya yang kaya dan memanjakan Hana hingga sekarang. Diapun kos
sendiri. Sekali makan itu, bisa sampai 50ribu. Apalagi kalau belanja. Tanpa
menawar dia beli semuanya. Karena kata Firdan dia tak pandai menawar harga saat
berbelanja.
Untuk tempat dia hang out juga cukup berkelas. Dia
kebanyakan hang out ke Mall, caffee, objek wisata terkenal. Jarang bahkan tidak
pernah dia pergi ke pasar minggu, pasar tradisional, apalagi tempat kumuh.
Bushyeet. Highclass sekali ni cewek. Sangat tidak dan enggan
merakyat.
“beneran Dan? Aslinya?. Jujur, denger cerita lo tadi, gwe
jadi ilfeel”, jawabku.
Dalam pemahamanku, apabila cewek itu enggan merakyat
hidupnya. Itu cenderung ribet saat hubungan. Kecuali sama cowok yang kaya. Kalau
cowok kurang mampu seperti aku rasanya ga mungkin ngimbangin dia yang bergaya
hidup glammor itu.
“dan asli, kalau saja diantara kita ada yang jadian sama dia
dan menikah. Kita bakal keteteran. Kecuali dia orangnya baik banget. Karena
ketika jadian sama kita yang berekonomi menengah ke bawah. Itu bagai Langit dan
Bumi dengannya, hahaha”, jelasku dengan sedikit tertawa.
“tapi Dan, bagi gue. Gue akan sedikit merubah mindset itu.
Gwe akan coba. Supaya dia bisa hidup merakyat. Karena hidup itu akan berasa
saat kita menjadi rakyat biasa. Makanya minggu depan kita rencanain. Coba dulu.
Buat ngajak dia ke Pasar Minggu manglayang”, tambahku.
“oke deh, gwe akan coba. Yang apapun hasilnya yang penting
kita sudah mencobanya”, jawab firdan.
Setelah mengobrol panjang lebar dan mengatur strategi. Kita
pun terlelap tidur di tengah dinginnya malam di pegunungan. Dan kesamar-samaran
suara orang-orang lain yang berkemah di Batu Kuda. Mata sudah tidak kuat lagi,
dan. ZZZzzzzzzzz
Pagipun menjelang, aku segera pergi ke mushola untuk
melaksanakan shalat shubuh. Memesan dua gelas kopi. Dan langsung menuju
rombongan, dan bersiap untuk pulang. Bagiku, untuk acara rihlah sangat
mengecewakan. Tidak ada satu halpun kecuali joged-jogedan gak jelas yang aku
dapatkan.
Seharunya malam ini ada malam evaluasi kepengurusan. Tapi , sudahlah
mungkin mereka memang sengaja tidak membahas itu. Karena terlalu malu atas
buruknya kwalitas kepengurusan sekarang.
Waktupun sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Aku beserta
rombongan bersiap untuk pulang. Kembali menuruni bukit dan sampai ke rumah
masing-masing.
Keping CD yang Berarti
Sesuatu itu bisa menjadi sesuatu banget pabila dibumbui rasa
cinta. Sesuatu yang biasa bahkan dianggap kurang, itu akan berubah seketika
menjadi hal yang luar biasa saat dibumbui rasa Cinta. Cinta memang aneh. Membutakan,
dan kadang menyakitkan.
Pada suatu hari, dia meng up-load sesuatu di facebook, dan ternyata rekaman dia bernyanyi dengan judul “Only Hope”. Akupun penasaran mendengarnya, lalu sedikit demi sedikit aku dengarkan dengan teliti. Awal lagu terdengar indah dan bagus. Pertengahan lagu masih terdengan indah. Namun ketika lagu sudah mencapai chorus, dan nadanya menjadi naik tinggi. Suaranya jadi malah menurun dan terdengar goyang. Aku kira, mungkin dia berusaha menghindari suaranya yang tidak bisa menjangkau oktaf tinggi menjadi fals dan gagal total.
Akupun berfikir, bahwa sangat sayang pabila file audio ini yang sangat berharga tidak kubagikan kepada orang yang lebih membutuhkannya, yaitu Hana Nurul Tsara. Yang selalu bermimpi menjadi penyanyi tapi terbentur mimpinya menjadi seorang penulis.
Sebenarnya tidak juga. Karena tergantung orangnya sih. Bagaimana
dia ketika berhadapan dengan yang namanya Cinta. Apakah biasa-biasa aja dan
sewajarnya, atau malah berlebihan. Jangan deh kalau Cinta pada manusia itu
dijadikan berlebihan. Karena no body
perfect.
Telah lama aku memperhatikannya. Seorang gadis berkacamata,
yang duduk di bangku kuliah satu angkatan denganku. Cuman, dia dan aku berbeda
kelas. Dia kelas B sedangkan aku kelas C.
Aku kadang suka sedikit minder ketika ngobrol bertatap muka
dengannya. Meski tidak terlalu jauh, tapi tetap saja aku merasa lebih pendek
dari dia. Haha. Tapi sudahlah. Mungkin saja dia terlalu banyak makan tiang
listrik, jadi terlalu tinggi. Pabila melihat badannya. Iklan salahsatu produk
susu itu sangat menggambarkan fisiknya, yang tumbuhnya itu ke atas bukan
kesamping, jadi dia terlihat tinggi dan langsing bahkan terlalu langsing. Rese memang,
ketika mendengar celotehan temanku yang memanggilnya triplek, gara-gara
tubuhnya yang terlalu kurus. Tapi bagiku, tadi, sesuatu itu bisa saja kurang,
tapi akan berubah seketika menjadi hal yang sesuatu ketika ada rasa Cinta. Ya. Aku
jatuh Cinta padanya.
Sekitar beberapa waktu yang lalu. Aku temukan sebuah buku
cetak yang berbentuk biografi, dengan judul “Dakwah melalui Musik” karangan
Hana Nurul Tsara. Sontak akupun terkejut melihat buku itu, sekaligus amatlah
senang karena dengan buku itu aku bisa tahu semuanya tentang dirinya, perempuan
yang aku idamkan.
Buku itu tidak terlalu tebal, namun dari kata per katanya
kulihat berasal dari lubuk hati yang terdalam. Awalnya dia menceritakan masa
kecilnya. Anggota keluarganya. Pengalamannya di SMA. Pengalamannya masuk kuliah
di UIN, dan kisah menyenangkannya ketika bergabung di PSM (Paduan Suara
Mahasiswa), salah satu UKM di Kampusku.
Dari buku itu aku mendapat banyak sekali pengetahuan
tentangnya. Kepribadiannya. Karakternya. Kesukaannya dan masih banyak lagi. Pada
satu bagian buku itu, akupun mulai terpana. Ketika di mengatakan bahwa dia
mengidamkan seorang suami yang shaleh dan bisa membawanya ke luar negeri. Dia ingin,
dengan tinggal di luar negeri. Ketika dia sudah memiliki anak, dia tak perlu
khawatir tentang pendidikan anaknya. Karena, di Indonesia pendidikan amatlah
kurang. Dan juga lingkungannya yang sangat tidak mendukung tumbuh kembang
anaknya. Polusi. Korupsi. Kejahatan dan pergaulan bebas menjadi sebab dia jadi
berfikiran untuk tinggal di luar negeri.
Mungkin itu hanya sebuah khalayannya dia saja. Karena aku
yakin, dia belum mengetahui lingkungan di luar negeri itu seperti apa. Aneh memang,
ketika orang luar berbondong-bondong ingin sekali menjadi WNI, eh malah dia
ingin ke luar negeri. Kan jadi aneh. Hehe sudahlah lupakan saja.
Dari buku itu aku semakin mengetahui semuanya tentang Hana
melebihi siapapun. Jadi aku nggak perduli celotehan orang lain tentang dia. Bahwa
dia triplek lah, cabe-cabean lah, juteklah dan lain sebagainya aku tidak
peduli. Karena dari buku itulah aku tahu siapa Hana Nurul Tsara sebenarnya.
Pada suatu hari, dia meng up-load sesuatu di facebook, dan ternyata rekaman dia bernyanyi dengan judul “Only Hope”. Akupun penasaran mendengarnya, lalu sedikit demi sedikit aku dengarkan dengan teliti. Awal lagu terdengar indah dan bagus. Pertengahan lagu masih terdengan indah. Namun ketika lagu sudah mencapai chorus, dan nadanya menjadi naik tinggi. Suaranya jadi malah menurun dan terdengar goyang. Aku kira, mungkin dia berusaha menghindari suaranya yang tidak bisa menjangkau oktaf tinggi menjadi fals dan gagal total.
Memang ketika bernyanyi, dan vocalis mengeluarkan nada
false. Efek bom atompun muncul dalam hampir seluruh pergelaran musik di dunia. Satu
kali saja terdengan suara fals, maka secara otomatis lagu yang ia nyanyikan
gatot alias gagal total.
Dari situ, timbul dalam hatiku niat untuk membatunya
memperbaiki kualitas suara vokalnya yang sangat payah ketika di nada-nada
tinggi. Kebetulan, aku mempunyai satu paket audio vocal thecnique impor yang dulu kugunakan untuk latihan vocal
menyambut audisi Indonesian Idol yang ku gagal mengikutinya.
Akupun berfikir, bahwa sangat sayang pabila file audio ini yang sangat berharga tidak kubagikan kepada orang yang lebih membutuhkannya, yaitu Hana Nurul Tsara. Yang selalu bermimpi menjadi penyanyi tapi terbentur mimpinya menjadi seorang penulis.
Pada hari senin siang hari. Aku pergi ke photo copy dekat
rumahku. Aku hendak membeli satu keping CD R dan hendak mengphoto copy KTP dan
KTMku untuk syarat mendapat dana beasiswa.
Setelah selesai, sesampainya di rumah. Akupun segera
memasukkan file audio vocal technique
ke dalam CD R yang aku beli tadi. Dan kulihat file paket vocal technique itu filenya kecil, hanya sekitar 50-60 MB.
Setelah CD R ku sudah siap hanya tinggal dikasihkan padanya
di kelas nanti. Akupun dengan semangat menuju kampus hendak memberikan CD R ini
untuknya. Tapi bak peribahasa “punduk berindungan bulan”, satu hari penuh
penantian hanya menampilkan ketidak hadirian dirinya di depan mataku. Entah kemana.
Mungkin karena jadwal kuliah yang berbeda atau sebab lainnya. Aku tidak tahu.
Keesokan harinya, CD R ku masih terus kubawa. Mengantisipasi
jika aku berpas-pasan dengannya. Namun, tidak kuperkirakan. Pada kedua ini akhirnya
aku menemukannya di sudut kantin Kopma bersama temannya, memakan sesuatu, yang
kelihatannya cukup enak.
Ini kesempatan buatku untuk memberikan CD R ini, karena
belum tentu kesempatan ini datang lagi untuk kedua kali. Akupun setelah membeli
Kopi Hitam ala Babeh. Aku keluarkan CD R berwarna orange yang sudah dinamai dalam
lempengannya, sebuah nama orang lain.
Langkah demi langkah aku kugerakkan menuju dirinya yang
tengah duduk membelakangiku. Tanpa banya basa basi. “ini Hana ada titipan”,
tangkasku padanya sambil kusodorkan CDR itu tepat di depannya. Dari situ, terlihat
raut wajah ekspresi sangat aneh terbentuk diwajahnya yang sangat cantik.
“dari siapa?”, jawabnya. Dengan kemudian aku membalikkan
badan dan meninggalkan senyum untuknya, lalu kemudian aku menjawab “dari aku”. Diapun
terlihat tersipu malu bercampur aneh terpahat diwajahnya. Namun aku cuek saja, dan
kembali mengambil kopiku dan sesegera menemui teman-temanku di luar. Dan ku
sudah tak menghiraukan Hana lagi. Kurasa sudah cukup dengan CD R yang kuberikan
sebagai tanda rasa perhatianku padanya.
Dalam hatiku ku berkata. Pabila dia berhasil melatih
suaranya dan menjadi penyanyi yang bagus dan bahkan membuat Album di studio
nasional. Disitulah bagiku sudah merasa cukup bahagia. Karena bila ku
memaksakan diri tuk mengejarnya di tengah masih banyak kelemahanku. Pasti dia
kan pergi dan menghilang, sementara setiap hari dia termasuk perempuan yang
dikerumuni para cowok-cowok needy.
Kini kuhanya bisa menunggu waktu itu tiba. 1-3 minggu kurasa
cukup. Jika ada perubahan berarti dia menggunakan CD R itu untuk dipraktekan. Namun
sebaliknya, apabila tidak ada perubahan berarti file yang kuberikan tidak
digunakan sama sekali. Dan berarti itu tandanya pemberianku hanyalah sia-sia
untuknya. karena isi dari CD R amatlah penting bagi karier musiknya.
Kita lihat saja. Apakah ada perubahan, atau tetap stagnan.
Kasmaran di Balik Modus
Haaahhh. Untung gak kesiangan kuliah hari ini. Meskipun Dosen
sudah standby di kelas. Seperti biasa
ku tutup pintu kelas, dan kulihat wajah-wajah teman memandang ke arahku.
Aku biasa duduk di bangku paling depan, sebuah rekor yang kupertahankan sejak baru masuk kuliah. Seperti biasa, Dosen menyapa dan mulai sedikit membuka perkuliahan. Hari ini Bu Diah, Dosenku, tidak terlalu banyak mengumbar kata dan membual materi. Karena hari ini ada 2 kelompok selanjutnya yang akan presentasi. Yaitu kelompok Rasikhah, cewek yang super alim. Dan kelompok Rouf, si tukang usil tapi super telaten.
Aku biasa duduk di bangku paling depan, sebuah rekor yang kupertahankan sejak baru masuk kuliah. Seperti biasa, Dosen menyapa dan mulai sedikit membuka perkuliahan. Hari ini Bu Diah, Dosenku, tidak terlalu banyak mengumbar kata dan membual materi. Karena hari ini ada 2 kelompok selanjutnya yang akan presentasi. Yaitu kelompok Rasikhah, cewek yang super alim. Dan kelompok Rouf, si tukang usil tapi super telaten.
Aduuuhh. Itu powerpoint apa makalah. Banyak banget
uraiannya. Maklum budaya kopas masih bertahan dikalangan mahasiswa sekelasku. Hmmm.
Ironis. Alhasil aku hanya bermain gadget dan membuat jarkom jadwal dikusi KAT
besok. Aku mengirimnya ke 4 cewek yang baru masuk, Rieska, Jinan, Isma dan Irfani,
dan sekretarisku Nadia. Dan fix mereka bersedia hadir, hehehe kesempatanku
untuk melihat wajah cantiknya Rieska. Yang aku suruh membawa jus besok. Entah apakah
dia mau bawa atau tidak, ini cuma ngetes, kalo dia bawa, aku bayar aja.
Hah, boriiiing sumpah. Presentasi yang gak jelas, ditambah
rumitnya teks yang ada dipowerpoint, rasanya ingin cepat pulang. Kulihat jam
tanganku berulang kali, berharap jarum jam cepat menunjukkan pukul 15:30. Ngantuk
pun tidak terhindarkan dan mulai menyerang. Aku mencoba terus berfikir
pertanyaan apa yang bisa aku ajukan untuk kelompok terakhir ini, supaya rasa
kantukku bisa hilang.
Aku pun hanya mengajukan pertanyaan. Dan jawabannya sungguh
tidak jelas, membuatku sedikit berdebat dengan mereka. Kulihat Rangga memberiku
isyarat agar menerima jawaban yang diberikan Rouf, mungkin agar cepat selesai
presentasinya dan pulang. Ok aku menerimanya, walaupun sangat belum jelas apa
jawabannya. Hmmm. Untuk apa presentasi jika tidak ada pemahaman yang bisa aku
dapat dan mungkin juga teman-teman lainnya.
Yes. Perkuliahan pun selesai. Sungguh menjenuhkan.
Seperti biasa,
setelah keluar kelasku di Z9 lantai 2 gedung Z. Aku dan teman-temanku
berbondong berjalan menuju kantin Kopma. Sudah menjadi kebiasaan kita untuk
ngopi bersama melepas penat perkuliahan.
Tiba di depan kantin Kopma, acara yang dilangsungkan Dema
semenjak 3 hari lalu masih berlangsung. Kulihat Lisna, tetangga kelasku,
menjadi MC di acara itu. Aku hanya terus berjalan menuju kantin, karena sudah
tidak sabar membeli kopi hitam favoritku ditambah rokok kretek nikmat
Sampoerna. Kutapaki tanjakan tepat di depan kantin Kopma, yang pada saat hujan
sangatlah licin. Tak sedikit mahasiswa yang menjadi korban jatuh di tanjakan
yang landai ini. Sampaiku di pintu masuk kantin, terlihat puluhan mahasiswa-mahasiswa membentuk kelompok-kelompok saling mengobrol riuhkan suasana. Tak lama
akupun berjalan menuju warung babeh langgananku.
“Mih, pesan kopi hitam Mih”, pintaku ke Mamih. Wanita paruh
baya, yang biasa dipanggil Mamih. Entah nama aslinya aku tidak tahu. “Ok”. Jawab
mamih.
Akupun berdiri di warung sebelah warung mamih. Menunggu siapnya
kopi hitam yang sudah tidak sabar untuk aku nikmati. Sedikit memantau situasi,
kulihat jejeran mahasiswi duduk di depan meja panjang kantin Kopma. Ah. Tak ada
yang menarik. Semuanya biasa saja. Hingga akhirnya, ku terpana pada satu arah. Jreeenng.
Itukan cewek yang biasa aku lihat di gedung Z. Yang dulu sempat aku sapa dengan
nama Riezka, tapi tidak menoleh. Hiks.
Ini kesempatanku untuk berkenalan, siapakah namanya. Perempuan
yang bergitu manis paras senyumnya. Mata besarnya pancarkan keindahannya. “Jang,
ini kopinya”, mamih memanggilku pertanda kopi sudah jadi. hah. Sedikit iklan.
Hmmm. Aku terus berfikir dan memadukan teori yang pernah aku
baca bagaimana berkenalan dengan cewek asing, cantik dan tidak grogi di
dekatnya. Aha. Akhirnya aku dapat ide.
“Makasih ya mih”, ucapku dengan memberi uang 2rb untuk
membayar kopi. Akupun langsung berjalan langkah-demi langkah menelusuri
pinggiran meja kantin Kopma yang panjang dan penuh dengan mahasiswa-mahasiswa
yang enggan beranjak dari kursinya. Akupun berperang dengan diriku sendiri. “kenalan
atau tidak, kenalan, tidak, kenalan, tidak”. Hingga di langkah terakhir antara
pintu keluar dan jalan menuju meja cewek itu akupun merasa ledakan besar
terjadi dalam benakku.
“aaahhh, peduli setan”. Akupun langsung membaikkan
badan, saat melangkah satu langkah ke pintu keluar.
Kulirik terus kopiku agar dia tidak menyadari aku sedang
menghampirinya. Hingga akhirnya kuletakkan kopiku di meja, tepat di depannya. “Kamu
Riska kan?”, tembakku bertanya. Kulihat paras kaget, terpancar dalam wajah
cantiknya. “hah”, ucapnya dan teman disebelahnya pertanda keanehan sedang
terjadi dalam kisah hidupnya.
“bukan iih”, jawabnya. “kamu riska kan, pacarnya wildan”,
tanyaku kembali. Wildan adalah temanku seorganisasi di Bingkai BPI. “bukan,
bukan”, wajahnya tetap terlihat sedang merasa aneh, begitupun temannya.
“waduh,
masa sih. Mirip banget soalnya. Kamu yang masuk bingkai itu kan?” tanyaku kembali,
seolah meyakinkan diri. Dan tetap akhirnya dia menjawab bukan.
“aduuuh, berarti
bukan. Emang kamu jurusan apa”, tanyaku kembali. “KPI”, jawab mereka.
Aha. Ini tanda bahwa mereka sedang dalam keadaan Green, yang berarti ada kesempatan untuk
berkenalan. Tapi tiba-tiba. “kamu Ramdan
kan?”, tanya temannya padaku. Buset, belum juga kenalan dia udah tahu namaku. “kamu
ramdan kan, yang waktu itu salah kelas?”, tanyanya kembali. Waduh salah
kelasnya sih aku ingat. Tapi mereka yang aku ga ingat. “iya, kok tau sih. Aneh”,
jawabku aneh.
“jadi kalian yang waktu itu aku salah kelas?, maaf deh
beneran ga inget”. Syukur deh, aku tidak perlu memperkenalkan namaku, tinggal
aku yang mau tau siapa nama mereka. Tapi temennya bertanya lagi. “kamu yang HMI
itu bukan?”.
“HMI?”, tanyaku balik.
“ampun deh, dasar pelupa, kita kan satu kelompok”, jawabnya.
“oia?, maaf deh aku beneran ga inget, emang kamu siapa?”,
“aku jae?” jawab temannya itu. Lalu aku lanjutkan bertanya
ke cewek sasaranku, “terus nama kamu siapa?”.
“Ulfa”, jawabnya dengan senyum yang amat manis.
Selama beberapa menit, kita asik mengobrol dengan gelak tawa
yang tak tertahankan. Mengingat masa lalu yang lucu dan tidak disangka-sangka
teralami oleh kita bertiga. Kejadian-kejadian aneh yang ga terpikirkan bisa
berakhir kenalan di kantin Kopma. Haha. Aneh.
Kopiku sudah mulai terasa dingin, dan tidak akan enak lagi
saat kupadukan dengan rokok kretekku. Hmmm. Kayaknya sudah cukup untuk
mengbrol. “Jae, punya PIN BB?”, tanyaku. “ga punya uy”, jawabnya.
“yaudah nomer kontakmu aja”, lanjutku sambil mengetik nomor
yang dia sebutkan.
“oke, ulfa, masukin pin BB kamu nih”, ucapku dengan
menyodorkan handphoneku padanya.
Yesssssss. Berhasil !. saat itu juga Ulfa menerima invite
BBM ku. Kulihat dalam layar, “Ulfa Fauziah Zahra telah menjadi kontak”.
“ok jae, ulfa. Aku duluan, mau ke temen-temenku nih”, ucapku
mengakhiri pembicaran. “OK”, jawabnya.
Sebuah kebanggan aku ikrarkan atas kemajuanku mendekati
perempuan yang rupawan. Sudah cukup aku gagal dalam percintaan. Kini ku
bangkitkan semangat untuk lebih banyak mengenal para perawan. Yang cantik, yang
biasa. Semuanya.
Kulanjut berjalan menuju teman-temanku yang biasa nongrong
di tenda dekat kantin Kopma. Tapi ternyata mereka semua duduk tepat disamping
aku, Ulfa dan Jae mengobrol. “eh geuning didieu brow”, sapaku pada mereka.
Ku duduk bersama mereka. Mengobrol, dan bercanda tertawa
bersama. Dan sedikit kuceritakan tentang diri Ulfa pada mereka. Hmmm.. hari
yang Indah.
Lentera News
Rahasia Cinta Mewra
Lentera News
Rahasia Cinta Mewra
Malamku Malam Senin
Tepat pukul 23:15 malam. Gemuruh suara
kereta terdengar tak jauh dari rumahku. Bertepatan suara motor terakhir di
depan rumahku. Malam ini terasa sepi. Suara jangkrik dan kodok yang biasa
bernyanyi, kali ini begitu sunyi. Mungkin mereka istirahat dulu kali ya. Maklum
hari ini kan tanggal tua (22 februari 2015). haha
Di luar jendela rumahku, kulihat
begitu sepi. Hanya sebatas hembusan angin sepoi-sepoi goyangkan dahan-dahan
pohon belimbing dan jambu air milik kakekku. Nah, cit..cit..cit. temanku yang
menyebalkan mulai terdengar. Ingin sekali ku memukulnya dan memarahinya. Kadang
dia sengaja mencuri makanan dan merusak peralatan rumahku untuk bahan membuat
sarang. Aarrrggghh. Tapi waktu aku berhasil membunuhnya. Setelah melihat wajah
matinya, aku jadi merasa menyesal telah membunuh hewan kecil yang sedikit lucu
ini. Tikus-tikus. Kenapa kamu suka membuat kesal banyak orang.
Handphoneku belum sepenuhnya
ter-charge. Padahal, hari sudah larut malam, dan waktunya untuk tidur. Karena besok
harus bangun pagi menyambut hari senin yang super sibuk. Karena, banyak rencana
pertemuan besok dengan teman-teman organisasi. Agar tidah jenuh, aku mulai
mengambil satu batang rokok Sampoerna Kretek. “cek..cek..cek..” api kecil mulai
menyala dari sebatang korek gas. Kusodorkan pada ujung rokok, yang langsung
mengeluarkan asap khasnya.
“Ssssssssttttttt.... puuuuuhhhh”,
nikmaaaatnya”. Benakku rasa.
Berulang ku hisap rokokku, sambil
mengingat rencana apa saja yang harus aku lakukan untuk besok. Yang pasti, besok
harus bertemu dengan Ade, ketua umum organisasi Bingkai. Kemudian Hadil, ketua
divisi media di Komunitas Anak Tangga. Kemudian kuliah seperti biasa. Dan satu
lagi ketemu Calam, ketua divisi news di Komunitas Anak Tangga. Hmmm. Cukup padat,
tapi aku akan berusaha menyelesaikannya.
Kuhisap lagi batang rokokku. “sssssttttttt....
fuuuuuuuhh”. Sambil mulai memikirkan seorang gadis anak Polisi bernama Rieska. Cantik,
suka traveling dan lagi merintis bisnis online. Haha. Lucu rasanya ketika aku
mengingat percakapanku dengannya di BBM. Gak ada angin, gak ada hujan dan tanpa
basa-basi. Aku langsung ajak dia jalan. Dan hasilnya cuman dapat balasan “ngga
makasih”. Yang kemudian aku balas “ga nyesel nih”. Dan dia balas lagi “nyesel
gimana?”.
Aah, saat itu aku berfikir, tak
ada gunanya aku chat dengan dia yang terang-terangan memasang lampu merah
untukku. Ya. Aku langsung delete kontak (delkon) dia di BBM ku. Sampai ketika
beberapa hari kemudian, ada request invite BBM. Dan ternyata itu Rieska. Tak lama,
muncul pesan pertanyaan bernada memanggil, “Kang Ramdan?”. Karena dendam, aku
hanya menjawab “ya” dan “maaf sedang ada kelas” dengan nada sinis sebenarnya. Kebetulan
juga saat itu aku sedang ada kelas mata kuliah Hukum Etika Pers. Tak lama dia
balas lagi, bahwa dia temannya Madam (Nadia Ulima) sekretarisku di Komunitas
Anak Tangga (KAT). Dia bilang, tertarik dan ingin gabung dengan KAT. Ah, aku
hanya menjawab “maaf sedang ada kelas, nanti saja”. Sambil sedikit dendam
memang.
Karena rasa maafku lebih besar
dari rasa dendamku. Setelah jam mata kuliah selesai. Aku chat dia duluan dengan
pesan “sok, mau kapan di interview”. Karena memang waktu hujan, diapun membalas
“kalau sekarang riska dirumah dan hujan kang. Gmn yaa.. kalo besok gimana?”. Huh,
dasar cewek banyak alasan. Dia yang butuh dan dia juga yang beralasan. “OK. Jam
1:30 ya”, jawabku sedikit kesal. Tapi sekali lagi, rasa maafku lebih besar. Jadi
aku maafkan.
Keesokan harinya, sudah pukul 2
dia tidak muncul juga. Ah, akupun kembali kesal. Hingga akhirnya pukul 2 lebih
10 menit. Dia mengirim pesan BBM “kak dimana, aku di deket tangga lantai dua
gedung Z”. Tak pikir lama, akupun menemuinya. Langkah demi langkah kutelusuri
lorong teras kelas. Dan saat ku sampai di dekat tangga, kumelihat Madam berdiri
terlihat menunggu. “Madaaaammm, ketemu lagi-ketemu lagi”, sapaku padanya.
Setelah habis kumenyapa madam. Kulirikkan
mataku ke arah seorang gadis yang tengah duduk di anak tangga Gedung Z. Dan. Dan.
Dan. Akupun terpesona melihat wajahnya yang sedikit cantik. Maksudku cantik. Akupun
duduk tepat disampingnya dan langsung berkenalan. Sedikit gugup, tapi dapat ku
atasi. Karena aku sudah belajar banyak bagaimana agar tidak gugup dihadapan
wanita cantik. Hehe.
Interviewpun dimulai. Akupun melontarkan
beberapa pertanyaan interview kepadanya. Untuk melihat seberapa jujurkan dia
dan bagaimana karakter pribadi dia yang sebenarnya. Sesekali aku melirik
wajahnya yang putih, dihiasi kawat behel di giginya. Bentuk mukanya yang
cantik, buat hatiku sedikit ngarep padanya. Tapi hanya sebentar. Karena aku
tidak tahu siapa dirinya sebenarnya.
Diapun selesai menjawab
pertanyaan yang aku lontarkan tadi. Dan akupun melanjutkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang searah dengan jawabannya. Di akhir pertemuan, kita
tertawa bersama mengingat kembali penolakan dia saat ku ajak jalan. Hahaha. Pertemuan
yang cukup mengesankan dan membuatku jauh lebih percaya diri. Dia ternyata
orangnya terbuka, dan enak diajak bicara. Tapi sedikit kurang memiliki fokus
dalam tujuan dan cita-cita hidup.
Perbincanganpun berlanjut di BBM.
Delak tawa tak tertahankan saat ku chat dengannya. Ternyata dia asik juga di
ajak bercanda. Bercanda yang sedikit manja buatku bergitu bergairah. Huuuaaaaahhh.
Riska you make me different and make me so happy. Nice to know you sister. Sudah
lama aku tidak merasakan happy seperti ini. Tapi sedikit aneh juga. Dia Rieska
yang awalnya nolak mentah-mentah ajakanku untuk jalan, kini aku malah bertemu
dia dan bercandaan senang di BBM. haha
Aduuuhh. Kenapa jadi ngebahas dia
nih. Panjang lagi. Hah. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 00:03 malam. Tanda hari
sudah masuk hari senin. Dan aku harus bersiap untuk tidur dan bermimpi indah. Menyambut
esok hari yang sibuk dan padat.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Tepat pukul 23:15 malam. Gemuruh suara kereta terdengar tak jauh dari rumahku. Bertepatan suara motor terakhir di depan rumahku. Malam ini t...
-
Haaahhh. Untung gak kesiangan kuliah hari ini. Meskipun Dosen sudah standby di kelas. Seperti biasa ku tutup pintu kelas, dan kulihat wajah...
-
Sesuatu itu bisa menjadi sesuatu banget pabila dibumbui rasa cinta. Sesuatu yang biasa bahkan dianggap kurang, itu akan berubah seketika men...
-
Aku masih terduduk menancap pada kursi di depan meja belajar. Sedikit demi sedikit dalam waktu berjam-jam, aku kerjakan seluruh pekerjaan ed...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar