Seperti Bumi dan Langit Tanpa Tangga

Tidak ada komentar
Aku masih terduduk menancap pada kursi di depan meja belajar. Sedikit demi sedikit dalam waktu berjam-jam, aku kerjakan seluruh pekerjaan editing buku psikologi perkembangan milik salahsatu dosen di kampusku. Sesekali kepalaku terasa naik turun ke atas dan ke bawah, tak sadarkan diri beberapa detik karena mengantuk. Setelah selesai menyelesaikan tugas itu, aku sandarkan kepalaku pada dinding dekat jendela, besebelahan dengan meja kerjaku. 

Zeeeetttttt. Satu jam tak terasa aku tertidur dengan laptop masih menyala. Aku tersadar dan langsung memasukkan data hasil editku ke dalam flashdisk putihku yang baru aku beli beberapa minggu kemarin. Dan transfer file pun selesai. 

Aku melikirik handpone tepat di sebelah laptop. Lcdnya berkedip merah menandakan ada pesan yang masuk. Dan itu dari Firdan, teman tetangga kelasku di kelas B. “dan jadi ngga ke batu kuda”, tanyanya dalam pesan itu. Akupun lalu menjawabnya untuk jadi pergi camping ke batu kuda. Camping kali ini adalah dalam rangka rihlah, atau pelepasan ketua umum salah satu organisasi di kampus yang sebentar lagi lengser dari jabatannya. Karena ini acara ini cukup penting, ketika memang yang di undang dalam acara ini adalah seluruh kader komisariat fakultas dakwah dan komunikasi. 

Akupun langsung mempersiapkan perlengkapan untuk kamping. Carrier, sarung, dan makanan serta minuman. Dan kali ini, aku hendak membawa gitar, agar tidak terlalu sepi saat camping. Tiga puluh menit mempersiapkan diri, akupun langsung meninggalkan rumah dan berpamitan pada nenekku.
Sebelum aku menjembut firdan, sebagai jaga-jaga agar motorku tidak mengalami hal yang tidak diinginkan. Akupun pergi ke bengkel untuk membetulkan salah satu kail penguat rantai yang patah beberapa hari lalu. Aku kira harganya murah, tapi saat kutanyakan cukup mahal juga. Padahal besi yang kuganti tidaklah seberapa besar, hanya sebesar paku ukuran pesar. Tapi untuk keselamatan saat diperjalan itu tidaklah menjadi masalah.

Setelah selesai memperbaiki motorku, kupacu motorku menuju gang manisi, dekat bunderan Cibiru. Gang itu sebenarnya adalah jalan selebar 2 mobil. Jika sore tiba, menjadi tempat favori untuk sekedar nongkrong di warung pinggir jalan penjaja makanan. Kenapa bisa menjadi tepat favorit, karena kalau sore, banyak mahasiswi-mahasiswi yang nge-kos disana, lalu lalang. Ada yang mencari makan, baru pulang kampus, juga jomblowati yang lagi nyari pasangan. Haha

Tak jauh dari pangkalan ojek, aku pakirkan motorku di sebuah mini market. Suasananya ramai sekali, dan berjajar motor terparkir di halamannya. Selang 15 menit, firdanpun terlihat berjalan menuju kearahku dari kejauhan. Akupun segera menjemputnya dan melanjutkan perjalanan.

Seperti biasa, kalau hendak ke batu kuda, aku selalu mengambil jalur jalan sindang reret. Tinggal lurus saja dan tidak banyak kesulitas, alias kemungkinannya kecil untuk kesasar. Jalan terus menanjak, hingga sedikit lagi sampai di lokasi. Tanjakan semakin curam hingga 110 derajat. Tapi alhamdulillah kita sampai di pintu masuk objek wisata perkemahan Batu Kuda Gunung Manglayang.
Rerumputan hijau terhampar luas menanjak di bawah rimbunan pogon pinus yang menjulang tinggi. Hari itu adalah hari sabtu. Sudah dipastikan, lahan perkemahan ramai oleh pengunjung lain yang hendak berkemah. Ada yang pasangan, ada yang sendiri ada juga yang berkelompok. 

Aku dan Firdan langsung mencari rombongan yang lain. Cukup sulit memang menemukannya karena hari sudah mulai gelap, kumandang adzan maghrib pun mulai terdengar sayup-sayup dari kejauhan. “itu bukan ya?” kataku, ketika kulihat beberapa orang samar-samar mukanya, duduk-duduk melingkar sambil saling berbincang.

Perlahan aku dekati mereka, dan memang tak salah dugaanku. Akupun langsung bersalaman dengan mereka. Ada Anan, Bebey, dan beberapa senior yang aku lupa namanya. 

Malampun menjelang, rombongan mulai bersiap-siap memasang api unggun dan memasak. Sedangkan kulihat tenda sudah berdiri kokoh siap menampung kami saat hujan. Karena waktu maghrib sudah hampir habis. Aku dan Firdan pergi ke mushola dekat pintu masuk, berniat untuk Shalat maghrib dan isya. Aku sedikit miris ketika hanya kami berdua yang melaksanakan shalat. Sedangkan yang lain, aku tidak melihat mereka melaksanakan shalat. Hmmmm Selesai shalat, aku dan firdan bergegas pergi ke kemah lagi untuk bergabung dengan mereka. 

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 malam. Setelah kita menyanyikan banyak lagu, berbincang-bincang sambil menunggu makan malam. Tetesan air hujan mulai turun dari sela-sela pepohonan. Bungkus nasi yang sudah tersusun untuk  makananpun mulai sedikit basah. Karena makanan sudah matang semua, kamipun bergegas menyajikannya di atas bungkus nasi yang tadi sudah disusun. Hmmm, meski hanya asin, tempe dan sambal. Cukup nikmat rasanya.

Setelah selesai makan, hujanpun benar-benar turun dengan derasnya. Kamipun langsung membereskan peralatan dan masuk ke tenda. Deras sekali. Hingga tenda kami yang besarpun akhirnya bocor, tak tahan menahan hujan. 

Sedikit basah dan banjir di dalam tenda, kamipun tetap bersenang-senang dengan menari-nari dan menyanyikan lagu-lagu kekinian, dan ada juga lagu dangdut yang ikut memeriahkan malam yang dingin ini.

Setelah 2 jam lebih. Hujanpun akhirnya berhenti. Rasa kantuk dan jenuh mulai menghampiriku. Kerongkonganku pun tak kuat lagi untuk segera meminum segelas kopi. Di luar tenda yang basah, Ujang seniorku terlihat meriang. Katanya dia sedang migren dan pusing kepalanya. Sedangkan Firdan sibuk dengan handphonenya. 

“ayo kita ke warung”, ajakku pada mereka.
“ayo, aku juga udah ga kuat nih”, jawab ujang menahan badannya yang sedang sakit.

Kami bertigapun berjalan menuju warung, yang berjarak 50 meter di bawah kemah kami. Jalan menurun dan licin, terus kami tapaki. Karena kami bertiga sudah tidak kuat lagi berada di tenda yang basah dan penuh orang.

Sesampainya di warung, aku langsung memesan 2 gelas kopi untukku dan Firdan. Sedangkan ujang lebih memilih langsung tidur di atas dipan warung. Kasihan juga melihatnya, sudah sakit tapi enggan minum obat.

Akhirnya, ku ciumi aroma kopi hitam yang hangat menemani isapan nikmat rokok sampurna kretekku yang sudah tak sabar aku menghisapnya. Karena kalau merokok di tenda, terasa kurang efektif, apalagi tidak ada kopi yang menemani.

Sekedar mengisi waktu, aku dan firdan saling bertukar cerita tentang pengalaman-pengalaman. Khususnya cerita tentang pengelaman dengan yang namanya perempuan. Ya. Tak lupa juga aku ceritakan tentang Hana Nurul Tsara. Cewek yang aku kagumi dan idamkan. Hana adalah teman sekelas Firdan. Tinggi, cantik dan berprestasi di akademik dan dunia musik. Aku sempat iri ketika Hana pergi berlibur ke Jogjakarta bersama Kania, Fadli dan Firdan. 

Lama berselang kami mengobrol. Tiba-tiba terlihat mimik muka firdan sedikit aneh. Ketika aku menceritakan siapa itu Hana. Identitas Hana yang aku hafalkan dari sebuah buku diarynya aku ceritakan seluruhnya pada Firdan. Dan akupun menantang dia, bahwa Hana dan teman-teman lainnya tidak pernah cerita soal ini. Tapi aku mengetahui semuanya, dan Firdanpun setuju atas kebenarannya. Makanya, dia pasti merasa aneh atas pengetahuanku tentang identitas Hana. 

Tapi aku memberitahukan satu hal yang aku belum sempat mengetahuinya. Dan satu hal itu membuat Aku dan Hana bagai “Bumi dan Langit Tanpa Tangga
“Gila, darimana lo tahu semua itu?, dari Opik ya?” tanyanya dengan mimik sangat aneh menatap wajahku. Opik adalah taman sekelasku yang dekat dengan Hana karena tinggal satu Kota dan satu SMA dengannya.
“tidak dari siapa-siapa. Tanyain aja ke orang-orang itu kalau kamu tidak percaya”. Jawabku.

Firdan terus menanyakan dan penasaran darimana asal sumber informasi se detail itu tentang Hana. Dan akupun tetap menjaga kerahasiaan sumbernya, yaitu buku diary tugasnya.

Sudah 2 jam lebih kami saling mengobrol. Rasa kantukpun tak tertahan lagi. aku dan Firdanpun sedikit merebahkan badan di atas dipan. Sambil sesekali meneruskan obrolan. Karena ada jawaban yang belum aku ketahui tentang Hana. Akupun sedikit membuat ajakan hiperbola padanya untuk hana.

“Dan, minggu depan, coba deh ajak hana. Kita pergi ke pasar minggu manglayang, kita makan disana sambil jalan jalan”, kataku.
“Boleh”, jawabnya.
“lo bawa cewek lo. Sedangkan lo ngajak Hana tanpa mengetahui lo bawa cewek lo, dan jangan kasih tahu bahwa gwe ikut juga”, aku meneruskan.
“ok, tapi ada yang perlu lo ketahui tentang dia”, jawabnya dengan serius.
“apaan?”, tanyaku penasaran.

Kini giliran Firdan yang bercerita tentang Hana, yang memang berteman sangat dekat dengannya. Firdan cerita bahwa Hana sedikit ribet soal makanan. Dan juga boros. Dia punya prinsip, meski harganya mahal, dia akan tetap bayar asal makanan atau minumannya enak. Saat di Jogjapun Hana memilih makanan yang cukup merogok kocek firdan. Yang sebelumnya, mereka sempat makan di lesehan murah yang menurut Hana makanannya sangat tidak enak. Sedangkan menurut Firdan, makanannya malah tidak terlalu mengecewakan.

“Dan, berapa sih pengeluaran dia dalam satu minggu?” tanyaku menambahkan.
“bisa sampai 1 juta!”, jawabnya sedikit mengeras suara.

Dahsyat, pikirku. Satu juta untuk biaya dalam satu minggu. Firdan menceritakan, bahwa memang jumlah pengeluaran itu merupakan kewajaran. Karena orangtuanya yang kaya dan memanjakan Hana hingga sekarang. Diapun kos sendiri. Sekali makan itu, bisa sampai 50ribu. Apalagi kalau belanja. Tanpa menawar dia beli semuanya. Karena kata Firdan dia tak pandai menawar harga saat berbelanja.
Untuk tempat dia hang out juga cukup berkelas. Dia kebanyakan hang out ke Mall, caffee, objek wisata terkenal. Jarang bahkan tidak pernah dia pergi ke pasar minggu, pasar tradisional, apalagi tempat kumuh.

Bushyeet. Highclass sekali ni cewek. Sangat tidak dan enggan merakyat.
“beneran Dan? Aslinya?. Jujur, denger cerita lo tadi, gwe jadi ilfeel”, jawabku.

Dalam pemahamanku, apabila cewek itu enggan merakyat hidupnya. Itu cenderung ribet saat hubungan. Kecuali sama cowok yang kaya. Kalau cowok kurang mampu seperti aku rasanya ga mungkin ngimbangin dia yang bergaya hidup glammor itu. 

“dan asli, kalau saja diantara kita ada yang jadian sama dia dan menikah. Kita bakal keteteran. Kecuali dia orangnya baik banget. Karena ketika jadian sama kita yang berekonomi menengah ke bawah. Itu bagai Langit dan Bumi dengannya, hahaha”, jelasku dengan sedikit tertawa.

“tapi Dan, bagi gue. Gue akan sedikit merubah mindset itu. Gwe akan coba. Supaya dia bisa hidup merakyat. Karena hidup itu akan berasa saat kita menjadi rakyat biasa. Makanya minggu depan kita rencanain. Coba dulu. Buat ngajak dia ke Pasar Minggu manglayang”, tambahku.

“oke deh, gwe akan coba. Yang apapun hasilnya yang penting kita sudah mencobanya”, jawab firdan.
Setelah mengobrol panjang lebar dan mengatur strategi. Kita pun terlelap tidur di tengah dinginnya malam di pegunungan. Dan kesamar-samaran suara orang-orang lain yang berkemah di Batu Kuda. Mata sudah tidak kuat lagi, dan. ZZZzzzzzzzz

Pagipun menjelang, aku segera pergi ke mushola untuk melaksanakan shalat shubuh. Memesan dua gelas kopi. Dan langsung menuju rombongan, dan bersiap untuk pulang. Bagiku, untuk acara rihlah sangat mengecewakan. Tidak ada satu halpun kecuali joged-jogedan gak jelas yang aku dapatkan.

Seharunya malam ini ada malam evaluasi kepengurusan. Tapi , sudahlah mungkin mereka memang sengaja tidak membahas itu. Karena terlalu malu atas buruknya kwalitas kepengurusan sekarang.
Waktupun sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Aku beserta rombongan bersiap untuk pulang. Kembali menuruni bukit dan sampai ke rumah masing-masing.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Keping CD yang Berarti

Tidak ada komentar
Sesuatu itu bisa menjadi sesuatu banget pabila dibumbui rasa cinta. Sesuatu yang biasa bahkan dianggap kurang, itu akan berubah seketika menjadi hal yang luar biasa saat dibumbui rasa Cinta. Cinta memang aneh. Membutakan, dan kadang menyakitkan. 

Sebenarnya tidak juga. Karena tergantung orangnya sih. Bagaimana dia ketika berhadapan dengan yang namanya Cinta. Apakah biasa-biasa aja dan sewajarnya, atau malah berlebihan. Jangan deh kalau Cinta pada manusia itu dijadikan berlebihan. Karena no body perfect.

Telah lama aku memperhatikannya. Seorang gadis berkacamata, yang duduk di bangku kuliah satu angkatan denganku. Cuman, dia dan aku berbeda kelas. Dia kelas B sedangkan aku kelas C.

Aku kadang suka sedikit minder ketika ngobrol bertatap muka dengannya. Meski tidak terlalu jauh, tapi tetap saja aku merasa lebih pendek dari dia. Haha. Tapi sudahlah. Mungkin saja dia terlalu banyak makan tiang listrik, jadi terlalu tinggi. Pabila melihat badannya. Iklan salahsatu produk susu itu sangat menggambarkan fisiknya, yang tumbuhnya itu ke atas bukan kesamping, jadi dia terlihat tinggi dan langsing bahkan terlalu langsing. Rese memang, ketika mendengar celotehan temanku yang memanggilnya triplek, gara-gara tubuhnya yang terlalu kurus. Tapi bagiku, tadi, sesuatu itu bisa saja kurang, tapi akan berubah seketika menjadi hal yang sesuatu ketika ada rasa Cinta. Ya. Aku jatuh Cinta padanya.

Sekitar beberapa waktu yang lalu. Aku temukan sebuah buku cetak yang berbentuk biografi, dengan judul “Dakwah melalui Musik” karangan Hana Nurul Tsara. Sontak akupun terkejut melihat buku itu, sekaligus amatlah senang karena dengan buku itu aku bisa tahu semuanya tentang dirinya, perempuan yang aku idamkan.

Buku itu tidak terlalu tebal, namun dari kata per katanya kulihat berasal dari lubuk hati yang terdalam. Awalnya dia menceritakan masa kecilnya. Anggota keluarganya. Pengalamannya di SMA. Pengalamannya masuk kuliah di UIN, dan kisah menyenangkannya ketika bergabung di PSM (Paduan Suara Mahasiswa), salah satu UKM di Kampusku.

Dari buku itu aku mendapat banyak sekali pengetahuan tentangnya. Kepribadiannya. Karakternya. Kesukaannya dan masih banyak lagi. Pada satu bagian buku itu, akupun mulai terpana. Ketika di mengatakan bahwa dia mengidamkan seorang suami yang shaleh dan bisa membawanya ke luar negeri. Dia ingin, dengan tinggal di luar negeri. Ketika dia sudah memiliki anak, dia tak perlu khawatir tentang pendidikan anaknya. Karena, di Indonesia pendidikan amatlah kurang. Dan juga lingkungannya yang sangat tidak mendukung tumbuh kembang anaknya. Polusi. Korupsi. Kejahatan dan pergaulan bebas menjadi sebab dia jadi berfikiran untuk tinggal di luar negeri.

Mungkin itu hanya sebuah khalayannya dia saja. Karena aku yakin, dia belum mengetahui lingkungan di luar negeri itu seperti apa. Aneh memang, ketika orang luar berbondong-bondong ingin sekali menjadi WNI, eh malah dia ingin ke luar negeri. Kan jadi aneh. Hehe sudahlah lupakan saja.
Dari buku itu aku semakin mengetahui semuanya tentang Hana melebihi siapapun. Jadi aku nggak perduli celotehan orang lain tentang dia. Bahwa dia triplek lah, cabe-cabean lah, juteklah dan lain sebagainya aku tidak peduli. Karena dari buku itulah aku tahu siapa Hana Nurul Tsara sebenarnya.

Pada suatu hari, dia meng ­up-load sesuatu di facebook, dan ternyata rekaman dia bernyanyi dengan judul “Only Hope”. Akupun penasaran mendengarnya, lalu sedikit demi sedikit aku dengarkan dengan teliti. Awal lagu terdengar indah dan bagus. Pertengahan lagu masih terdengan indah. Namun ketika lagu sudah mencapai chorus, dan nadanya menjadi naik tinggi. Suaranya jadi malah menurun dan terdengar goyang. Aku kira, mungkin dia berusaha menghindari suaranya yang tidak bisa menjangkau oktaf tinggi menjadi fals dan gagal total.

Memang ketika bernyanyi, dan vocalis mengeluarkan nada false. Efek bom atompun muncul dalam hampir seluruh pergelaran musik di dunia. Satu kali saja terdengan suara fals, maka secara otomatis lagu yang ia nyanyikan gatot alias gagal total.

Dari situ, timbul dalam hatiku niat untuk membatunya memperbaiki kualitas suara vokalnya yang sangat payah ketika di nada-nada tinggi. Kebetulan, aku mempunyai satu paket audio vocal thecnique impor yang dulu kugunakan untuk latihan vocal menyambut audisi Indonesian Idol yang ku gagal mengikutinya.

Akupun berfikir, bahwa sangat sayang pabila file audio ini yang sangat berharga tidak kubagikan kepada orang yang lebih membutuhkannya, yaitu Hana Nurul Tsara. Yang selalu bermimpi menjadi penyanyi tapi terbentur mimpinya menjadi seorang penulis. 

Pada hari senin siang hari. Aku pergi ke photo copy dekat rumahku. Aku hendak membeli satu keping CD R dan hendak mengphoto copy KTP dan KTMku untuk syarat mendapat dana beasiswa.
Setelah selesai, sesampainya di rumah. Akupun segera memasukkan file audio vocal technique ke dalam CD R yang aku beli tadi. Dan kulihat file paket vocal technique itu filenya kecil, hanya sekitar 50-60 MB.

Setelah CD R ku sudah siap hanya tinggal dikasihkan padanya di kelas nanti. Akupun dengan semangat menuju kampus hendak memberikan CD R ini untuknya. Tapi bak peribahasa “punduk berindungan bulan”, satu hari penuh penantian hanya menampilkan ketidak hadirian dirinya di depan mataku. Entah kemana. Mungkin karena jadwal kuliah yang berbeda atau sebab lainnya. Aku tidak tahu.

Keesokan harinya, CD R ku masih terus kubawa. Mengantisipasi jika aku berpas-pasan dengannya. Namun, tidak kuperkirakan. Pada kedua ini akhirnya aku menemukannya di sudut kantin Kopma bersama temannya, memakan sesuatu, yang kelihatannya cukup enak.

Ini kesempatan buatku untuk memberikan CD R ini, karena belum tentu kesempatan ini datang lagi untuk kedua kali. Akupun setelah membeli Kopi Hitam ala Babeh. Aku keluarkan CD R berwarna orange yang sudah dinamai dalam lempengannya, sebuah nama orang lain. 

Langkah demi langkah aku kugerakkan menuju dirinya yang tengah duduk membelakangiku. Tanpa banya basa basi. “ini Hana ada titipan”, tangkasku padanya sambil kusodorkan CDR itu tepat di depannya. Dari situ, terlihat raut wajah ekspresi sangat aneh terbentuk diwajahnya yang sangat cantik.

“dari siapa?”, jawabnya. Dengan kemudian aku membalikkan badan dan meninggalkan senyum untuknya, lalu kemudian aku menjawab “dari aku”. Diapun terlihat tersipu malu bercampur aneh terpahat diwajahnya. Namun aku cuek saja, dan kembali mengambil kopiku dan sesegera menemui teman-temanku di luar. Dan ku sudah tak menghiraukan Hana lagi. Kurasa sudah cukup dengan CD R yang kuberikan sebagai tanda rasa perhatianku padanya.

Dalam hatiku ku berkata. Pabila dia berhasil melatih suaranya dan menjadi penyanyi yang bagus dan bahkan membuat Album di studio nasional. Disitulah bagiku sudah merasa cukup bahagia. Karena bila ku memaksakan diri tuk mengejarnya di tengah masih banyak kelemahanku. Pasti dia kan pergi dan menghilang, sementara setiap hari dia termasuk perempuan yang dikerumuni para cowok-cowok needy.

Kini kuhanya bisa menunggu waktu itu tiba. 1-3 minggu kurasa cukup. Jika ada perubahan berarti dia menggunakan CD R itu untuk dipraktekan. Namun sebaliknya, apabila tidak ada perubahan berarti file yang kuberikan tidak digunakan sama sekali. Dan berarti itu tandanya pemberianku hanyalah sia-sia untuknya. karena isi dari CD R amatlah penting bagi karier musiknya.

Kita lihat saja. Apakah ada perubahan, atau tetap stagnan. 


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Kasmaran di Balik Modus

Tidak ada komentar
Haaahhh. Untung gak kesiangan kuliah hari ini. Meskipun Dosen sudah standby di kelas. Seperti biasa ku tutup pintu kelas, dan kulihat wajah-wajah teman memandang ke arahku.

Aku biasa duduk di bangku paling depan, sebuah rekor yang kupertahankan sejak baru masuk kuliah. Seperti biasa, Dosen menyapa dan mulai sedikit membuka perkuliahan. Hari ini Bu Diah, Dosenku, tidak terlalu banyak mengumbar kata dan membual materi. Karena hari ini ada 2 kelompok selanjutnya yang akan presentasi. Yaitu kelompok Rasikhah, cewek yang super alim. Dan kelompok Rouf, si tukang usil tapi super telaten.

Aduuuhh. Itu powerpoint apa makalah. Banyak banget uraiannya. Maklum budaya kopas masih bertahan dikalangan mahasiswa sekelasku. Hmmm. Ironis. Alhasil aku hanya bermain gadget dan membuat jarkom jadwal dikusi KAT besok. Aku mengirimnya ke 4 cewek yang baru masuk, Rieska, Jinan, Isma dan Irfani, dan sekretarisku Nadia. Dan fix mereka bersedia hadir, hehehe kesempatanku untuk melihat wajah cantiknya Rieska. Yang aku suruh membawa jus besok. Entah apakah dia mau bawa atau tidak, ini cuma ngetes, kalo dia bawa, aku bayar aja. 

Hah, boriiiing sumpah. Presentasi yang gak jelas, ditambah rumitnya teks yang ada dipowerpoint, rasanya ingin cepat pulang. Kulihat jam tanganku berulang kali, berharap jarum jam cepat menunjukkan pukul 15:30. Ngantuk pun tidak terhindarkan dan mulai menyerang. Aku mencoba terus berfikir pertanyaan apa yang bisa aku ajukan untuk kelompok terakhir ini, supaya rasa kantukku bisa hilang. 

Aku pun hanya mengajukan pertanyaan. Dan jawabannya sungguh tidak jelas, membuatku sedikit berdebat dengan mereka. Kulihat Rangga memberiku isyarat agar menerima jawaban yang diberikan Rouf, mungkin agar cepat selesai presentasinya dan pulang. Ok aku menerimanya, walaupun sangat belum jelas apa jawabannya. Hmmm. Untuk apa presentasi jika tidak ada pemahaman yang bisa aku dapat dan mungkin juga teman-teman lainnya.

Yes. Perkuliahan pun selesai. Sungguh menjenuhkan.

Seperti biasa, setelah keluar kelasku di Z9 lantai 2 gedung Z. Aku dan teman-temanku berbondong berjalan menuju kantin Kopma. Sudah menjadi kebiasaan kita untuk ngopi bersama melepas penat perkuliahan. 

Tiba di depan kantin Kopma, acara yang dilangsungkan Dema semenjak 3 hari lalu masih berlangsung. Kulihat Lisna, tetangga kelasku, menjadi MC di acara itu. Aku hanya terus berjalan menuju kantin, karena sudah tidak sabar membeli kopi hitam favoritku ditambah rokok kretek nikmat Sampoerna. Kutapaki tanjakan tepat di depan kantin Kopma, yang pada saat hujan sangatlah licin. Tak sedikit mahasiswa yang menjadi korban jatuh di tanjakan yang landai ini. Sampaiku di pintu masuk kantin, terlihat puluhan mahasiswa-mahasiswa membentuk kelompok-kelompok saling mengobrol riuhkan suasana. Tak lama akupun berjalan menuju warung babeh langgananku.

“Mih, pesan kopi hitam Mih”, pintaku ke Mamih. Wanita paruh baya, yang biasa dipanggil Mamih. Entah nama aslinya aku tidak tahu. “Ok”. Jawab mamih.

Akupun berdiri di warung sebelah warung mamih. Menunggu siapnya kopi hitam yang sudah tidak sabar untuk aku nikmati. Sedikit memantau situasi, kulihat jejeran mahasiswi duduk di depan meja panjang kantin Kopma. Ah. Tak ada yang menarik. Semuanya biasa saja. Hingga akhirnya, ku terpana pada satu arah. Jreeenng. Itukan cewek yang biasa aku lihat di gedung Z. Yang dulu sempat aku sapa dengan nama Riezka, tapi tidak menoleh.  Hiks.

Ini kesempatanku untuk berkenalan, siapakah namanya. Perempuan yang bergitu manis paras senyumnya. Mata besarnya pancarkan keindahannya. “Jang, ini kopinya”, mamih memanggilku pertanda kopi sudah jadi. hah. Sedikit iklan. 

Hmmm. Aku terus berfikir dan memadukan teori yang pernah aku baca bagaimana berkenalan dengan cewek asing, cantik dan tidak grogi di dekatnya. Aha. Akhirnya aku dapat ide. 

“Makasih ya mih”, ucapku dengan memberi uang 2rb untuk membayar kopi. Akupun langsung berjalan langkah-demi langkah menelusuri pinggiran meja kantin Kopma yang panjang dan penuh dengan mahasiswa-mahasiswa yang enggan beranjak dari kursinya. Akupun berperang dengan diriku sendiri. “kenalan atau tidak, kenalan, tidak, kenalan, tidak”. Hingga di langkah terakhir antara pintu keluar dan jalan menuju meja cewek itu akupun merasa ledakan besar terjadi dalam benakku. 

“aaahhh, peduli setan”. Akupun langsung membaikkan badan, saat melangkah satu langkah ke pintu keluar. 

Kulirik terus kopiku agar dia tidak menyadari aku sedang menghampirinya. Hingga akhirnya kuletakkan kopiku di meja, tepat di depannya. “Kamu Riska kan?”, tembakku bertanya. Kulihat paras kaget, terpancar dalam wajah cantiknya. “hah”, ucapnya dan teman disebelahnya pertanda keanehan sedang terjadi dalam kisah hidupnya.

“bukan iih”, jawabnya. “kamu riska kan, pacarnya wildan”, tanyaku kembali. Wildan adalah temanku seorganisasi di Bingkai BPI. “bukan, bukan”, wajahnya tetap terlihat sedang merasa aneh, begitupun temannya. 

“waduh, masa sih. Mirip banget soalnya. Kamu yang masuk bingkai itu kan?” tanyaku kembali, seolah meyakinkan diri. Dan tetap akhirnya dia menjawab bukan. 

“aduuuh, berarti bukan. Emang kamu jurusan apa”, tanyaku kembali. “KPI”, jawab mereka. 

Aha. Ini tanda bahwa mereka sedang dalam keadaan Green, yang berarti ada kesempatan untuk berkenalan.  Tapi tiba-tiba. “kamu Ramdan kan?”, tanya temannya padaku. Buset, belum juga kenalan dia udah tahu namaku. “kamu ramdan kan, yang waktu itu salah kelas?”, tanyanya kembali. Waduh salah kelasnya sih aku ingat. Tapi mereka yang aku ga ingat. “iya, kok tau sih. Aneh”, jawabku aneh. 

“jadi kalian yang waktu itu aku salah kelas?, maaf deh beneran ga inget”. Syukur deh, aku tidak perlu memperkenalkan namaku, tinggal aku yang mau tau siapa nama mereka. Tapi temennya bertanya lagi. “kamu yang HMI itu bukan?”. 

“HMI?”, tanyaku balik.
“ampun deh, dasar pelupa, kita kan satu kelompok”, jawabnya.
“oia?, maaf deh aku beneran ga inget, emang kamu siapa?”,
“aku jae?” jawab temannya itu. Lalu aku lanjutkan bertanya ke cewek sasaranku, “terus nama kamu siapa?”.
“Ulfa”, jawabnya dengan senyum yang amat manis. 

Selama beberapa menit, kita asik mengobrol dengan gelak tawa yang tak tertahankan. Mengingat masa lalu yang lucu dan tidak disangka-sangka teralami oleh kita bertiga. Kejadian-kejadian aneh yang ga terpikirkan bisa berakhir kenalan di kantin Kopma. Haha. Aneh.

Kopiku sudah mulai terasa dingin, dan tidak akan enak lagi saat kupadukan dengan rokok kretekku. Hmmm. Kayaknya sudah cukup untuk mengbrol. “Jae, punya PIN BB?”, tanyaku. “ga punya uy”, jawabnya. 

“yaudah nomer kontakmu aja”, lanjutku sambil mengetik nomor yang dia sebutkan.
“oke, ulfa, masukin pin BB kamu nih”, ucapku dengan menyodorkan handphoneku padanya. 

Yesssssss. Berhasil !. saat itu juga Ulfa menerima invite BBM ku. Kulihat dalam layar, “Ulfa Fauziah Zahra telah menjadi kontak”. 

“ok jae, ulfa. Aku duluan, mau ke temen-temenku nih”, ucapku mengakhiri pembicaran. “OK”, jawabnya.

Sebuah kebanggan aku ikrarkan atas kemajuanku mendekati perempuan yang rupawan. Sudah cukup aku gagal dalam percintaan. Kini ku bangkitkan semangat untuk lebih banyak mengenal para perawan. Yang cantik, yang biasa. Semuanya. 

Kulanjut berjalan menuju teman-temanku yang biasa nongrong di tenda dekat kantin Kopma. Tapi ternyata mereka semua duduk tepat disamping aku, Ulfa dan Jae mengobrol. “eh geuning didieu brow”, sapaku pada mereka.

Ku duduk bersama mereka. Mengobrol, dan bercanda tertawa bersama. Dan sedikit kuceritakan tentang diri Ulfa pada mereka. Hmmm.. hari yang Indah.

Lentera News
Rahasia Cinta Mewra 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Malamku Malam Senin

Tidak ada komentar
Tepat pukul 23:15 malam. Gemuruh suara kereta terdengar tak jauh dari rumahku. Bertepatan suara motor terakhir di depan rumahku. Malam ini terasa sepi. Suara jangkrik dan kodok yang biasa bernyanyi, kali ini begitu sunyi. Mungkin mereka istirahat dulu kali ya. Maklum hari ini kan tanggal tua (22 februari 2015). haha

Di luar jendela rumahku, kulihat begitu sepi. Hanya sebatas hembusan angin sepoi-sepoi goyangkan dahan-dahan pohon belimbing dan jambu air milik kakekku. Nah, cit..cit..cit. temanku yang menyebalkan mulai terdengar. Ingin sekali ku memukulnya dan memarahinya. Kadang dia sengaja mencuri makanan dan merusak peralatan rumahku untuk bahan membuat sarang. Aarrrggghh. Tapi waktu aku berhasil membunuhnya. Setelah melihat wajah matinya, aku jadi merasa menyesal telah membunuh hewan kecil yang sedikit lucu ini. Tikus-tikus. Kenapa kamu suka membuat kesal banyak orang. 

Handphoneku belum sepenuhnya ter-charge. Padahal, hari sudah larut malam, dan waktunya untuk tidur. Karena besok harus bangun pagi menyambut hari senin yang super sibuk. Karena, banyak rencana pertemuan besok dengan teman-teman organisasi. Agar tidah jenuh, aku mulai mengambil satu batang rokok Sampoerna Kretek. “cek..cek..cek..” api kecil mulai menyala dari sebatang korek gas. Kusodorkan pada ujung rokok, yang langsung mengeluarkan asap khasnya.

“Ssssssssttttttt.... puuuuuhhhh”, nikmaaaatnya”. Benakku rasa.

Berulang ku hisap rokokku, sambil mengingat rencana apa saja yang harus aku lakukan untuk besok. Yang pasti, besok harus bertemu dengan Ade, ketua umum organisasi Bingkai. Kemudian Hadil, ketua divisi media di Komunitas Anak Tangga. Kemudian kuliah seperti biasa. Dan satu lagi ketemu Calam, ketua divisi news di Komunitas Anak Tangga. Hmmm. Cukup padat, tapi aku akan berusaha menyelesaikannya.

Kuhisap lagi batang rokokku. “sssssttttttt.... fuuuuuuuhh”. Sambil mulai memikirkan seorang gadis anak Polisi bernama Rieska. Cantik, suka traveling dan lagi merintis bisnis online. Haha. Lucu rasanya ketika aku mengingat percakapanku dengannya di BBM. Gak ada angin, gak ada hujan dan tanpa basa-basi. Aku langsung ajak dia jalan. Dan hasilnya cuman dapat balasan “ngga makasih”. Yang kemudian aku balas “ga nyesel nih”. Dan dia balas lagi “nyesel gimana?”. 

Aah, saat itu aku berfikir, tak ada gunanya aku chat dengan dia yang terang-terangan memasang lampu merah untukku. Ya. Aku langsung delete kontak (delkon) dia di BBM ku. Sampai ketika beberapa hari kemudian, ada request invite BBM. Dan ternyata itu Rieska. Tak lama, muncul pesan pertanyaan bernada memanggil, “Kang Ramdan?”. Karena dendam, aku hanya menjawab “ya” dan “maaf sedang ada kelas” dengan nada sinis sebenarnya. Kebetulan juga saat itu aku sedang ada kelas mata kuliah Hukum Etika Pers. Tak lama dia balas lagi, bahwa dia temannya Madam (Nadia Ulima) sekretarisku di Komunitas Anak Tangga (KAT). Dia bilang, tertarik dan ingin gabung dengan KAT. Ah, aku hanya menjawab “maaf sedang ada kelas, nanti saja”. Sambil sedikit dendam memang. 

Karena rasa maafku lebih besar dari rasa dendamku. Setelah jam mata kuliah selesai. Aku chat dia duluan dengan pesan “sok, mau kapan di interview”. Karena memang waktu hujan, diapun membalas “kalau sekarang riska dirumah dan hujan kang. Gmn yaa.. kalo besok gimana?”. Huh, dasar cewek banyak alasan. Dia yang butuh dan dia juga yang beralasan. “OK. Jam 1:30 ya”, jawabku sedikit kesal. Tapi sekali lagi, rasa maafku lebih besar. Jadi aku maafkan.

Keesokan harinya, sudah pukul 2 dia tidak muncul juga. Ah, akupun kembali kesal. Hingga akhirnya pukul 2 lebih 10 menit. Dia mengirim pesan BBM “kak dimana, aku di deket tangga lantai dua gedung Z”. Tak pikir lama, akupun menemuinya. Langkah demi langkah kutelusuri lorong teras kelas. Dan saat ku sampai di dekat tangga, kumelihat Madam berdiri terlihat menunggu. “Madaaaammm, ketemu lagi-ketemu lagi”, sapaku padanya. 

Setelah habis kumenyapa madam. Kulirikkan mataku ke arah seorang gadis yang tengah duduk di anak tangga Gedung Z. Dan. Dan. Dan. Akupun terpesona melihat wajahnya yang sedikit cantik. Maksudku cantik. Akupun duduk tepat disampingnya dan langsung berkenalan. Sedikit gugup, tapi dapat ku atasi. Karena aku sudah belajar banyak bagaimana agar tidak gugup dihadapan wanita cantik. Hehe. 

Interviewpun dimulai. Akupun melontarkan beberapa pertanyaan interview kepadanya. Untuk melihat seberapa jujurkan dia dan bagaimana karakter pribadi dia yang sebenarnya. Sesekali aku melirik wajahnya yang putih, dihiasi kawat behel di giginya. Bentuk mukanya yang cantik, buat hatiku sedikit ngarep padanya. Tapi hanya sebentar. Karena aku tidak tahu siapa dirinya sebenarnya.
Diapun selesai menjawab pertanyaan yang aku lontarkan tadi. Dan akupun melanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang searah dengan jawabannya. Di akhir pertemuan, kita tertawa bersama mengingat kembali penolakan dia saat ku ajak jalan. Hahaha. Pertemuan yang cukup mengesankan dan membuatku jauh lebih percaya diri. Dia ternyata orangnya terbuka, dan enak diajak bicara. Tapi sedikit kurang memiliki fokus dalam tujuan dan cita-cita hidup. 

Perbincanganpun berlanjut di BBM. Delak tawa tak tertahankan saat ku chat dengannya. Ternyata dia asik juga di ajak bercanda. Bercanda yang sedikit manja buatku bergitu bergairah. Huuuaaaaahhh. Riska you make me different and make me so happy. Nice to know you sister. Sudah lama aku tidak merasakan happy seperti ini. Tapi sedikit aneh juga. Dia Rieska yang awalnya nolak mentah-mentah ajakanku untuk jalan, kini aku malah bertemu dia dan bercandaan senang di BBM. haha

Aduuuhh. Kenapa jadi ngebahas dia nih. Panjang lagi. Hah. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 00:03 malam. Tanda hari sudah masuk hari senin. Dan aku harus bersiap untuk tidur dan bermimpi indah. Menyambut esok hari yang sibuk dan padat.

Bissmika Allahuma Ahya Wabismika Amuut. Amin.


Rahasia Cinta Mewra
Lentera News

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts